Kamis, 28 Juni 2007

Dibalik Perbuatan Nekad

Antara Nekat & Tekad
Sekarang-sekarang ini kita kerap mendengar kekerasan yang levelnya benar-benar fantastis. Tidak tahu pasti apakah itu karena memang kuantitas dan intensitasnya yang meningkat atau memang karena pemberitaannya yang makin genjar. Yang jelas, kekerasan itu rasanya semakin dekat saja dengan kehidupan kita.

Kita dengar ada seorang ibu yang membekap ketiga anaknya satu persatu. Ketiganya meninggal. Ini terjadi di Bandung. Di Malang, begitu juga yang terjadi. Di Jawa Tengah, ada seorang bawahan, polisi, menembak mati atasannya dan menembak dirinya. Di Jawa Tengah juga, ada seorang polisi muda yang membawa granat yang siap diledakkan di kantornya. Polisi yang masih muda ini tidak mau kasus pribadinya diangkat ke persidangan. Masih banyak lagi yang lain dan yang lain.

Apakah seorang ibu yang tega membunuh anaknya itu bisa dibilang telah kehilangan naluri keibuannya? Apakah seorang polisi yang membunuh atasannya dan membunuh dirinya itu sudah tidak sayang lagi sama hidupnya, sama keluarga dan sama karirnya? Dari bukti-bukti yang masih hidup, jawabnya tidak hitam-putih. Inilah misterinya manusia. Kata para peneliti, misteri terbesar di dunia ini adalah ruang di antara kedua telinga anda. Ruang itulah otak kita.

Ibu yang tega membunuh anaknya itu tetap punya rasa sayang. Mana ada sih seorang ibu yang kehilangan kasih sayangnya? Bahkan, kata pemberitaan, si ibu yang membunuh anaknya itu justru dipicu oleh rasa sayang. Si ibu tidak ingin anaknya nanti hidupnya susah seperti dirinya. Saking sayangnya ia dengan si anak, akhirnya ia mengambil tindakan seperti itu. Lalu, kenapa dengan cara seperti itu? Ini juga termasuk misteri.

Nah, terkadang, saking susahnya kita menyebut tindakan yang semacam itu, kita sebut saja perbuatan nekat. Salah satu ciri yang paling menonjol adalah munculnya paradok antara sebelum dan sesudahnya. Sebelum tindakan itu terjadi, biasanya yang bersangkutan punya kemauan yang kuat agar tindakan itu terjadi. Tapi setelah terjadi, muncullah penyesalan kenapa tindakan itu terjadi. Sayangnya, penyesalan itu selalu datang terlambat.

Kalau merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, ternyata baik nekat atau tekad itu merujuk pada sumber yang sama. Sumber itu adalah kemauan keras. Bedanya, yang satu tidak terarah, atau hanya berdasarkan impuls dan lebih sering tidak rasional, dan yang satu lagi terarah, atau berdasarkan nilai-nilai, visi, tujuan, dan sasaran.

Menurut kamus itu, nekat adalah kemauan keras yang didasari oleh ketidakpedulian terhadap apa saja (karena putus harapan, hilang akal, rasa malu yang cukup tinggi, dan seterusnya). Sedangkan tekad adalah kemauan / kehendak yang pasti atau kebulatan hati. Orang yang perbuatannya mengabaikan kaidah kebenaran, akal sehat, atau norma-norma kita sebut orang nekat. Sebaliknya, orang yang perbuatannya mengarah pada sasaran yang pasti kita sebut orang yang punya tekad tinggi.

Dalam prakteknya, perbuatan nekat itu bisa terjadi dalam berbagai tingkatan / skala dan pola. Ada yang masih dalam tingkatan rendah atau hanya merugikan diri sendiri, atau ada juga yang sudah merugikan orang banyak. Ada yang terjadi karena reaksi sesaat, by default, khilaf atau kalap, tapi ada juga yang sudah direncanakan di luar kesadaran akan right and wrong-nya, by design, seperti dalam kasus kedua ibu di atas.

Terlepas adanya tingkatan dan pola itu, hampir semua perbuatan nekat itu mewariskan penyesalan atau rasa bersalah bagi pelakunya. Seorang karyawan yang langsung ingin mengundurkan diri saat dimarahi atasannya, terkadang bisa menyesal juga. Ini biasanya terjadi ketika tindakan itu ia lakukan sebagai sebagai reaksi sesaat yang belum dipikirkan baik-buruknya di kemudian hari bagi dirinya.

Kemampuan Mengendalikan Diri
Bagi anda yang merasa sering melakukan sesuatu tindakan di luar kontrol dan itu benar-benar merugikan, maka yang perlu anda lakukan adalah mengoreksi kemampuan anda dalam mengontrol-diri. Dalam teori kompetensi, kemampuan seseorang dalam mengontrol diri ini termasuk kunci (key skill). Di sejumlah perusahaan jasa yang berhadapan langsung pada publik (customer), kemampuan seperti ini merupakan rukun profesi. Seseorang akan diberhentikan apabila melakukan tindakan nekat yang merugikan dirinya, orang lain dan organisasi.

Kalau membaca penjelasan Spencer (Competence At Work, Models for Superior Performance, 1993), kontrol-diri adalah kemampuan seseorang dalam mengelola emosinya supaya tetap under-control dan kemampuannya dalam menahan diri dari tindakan brutal ketika ada pemicu, ada oposisi, atau berada di kondisi yang menegangkan (stressful condition). Orang yang punya kemampuan seperti itu, biasanya tetap bisa menggunakan akal sehat (tidak kalap atau tidak kalut), tetap bisa memunculkan perspektif positif dan tetap tenang (stabil).

Nah, untuk mengetahui sejauhmana kemampuan anda dalam mengontrol diri, di bawah ini ada penjelasan yang dapat kita jadikan semacam acuan untuk mengoreksi diri.

§ Anda mudah kehilangan kendali, mudah frustasi, mudah meluapkan ekspresi emosi secara meledak-ledak, atau tidak efektif dalam menjalankan aktivitas karena emosi yang tidak terkontrol (skala: 0)
§ Anda lebih memilih menghindari stress atau lebih memilih menghindari hal-hal yang berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan ketimbang memperjuangkan keinginan atau prestasi. Anda lebih memilih diam tapi selamat ketimbang maju tapi butuh perjuangan (skala: -1)
§ Anda tahan terhadap berbagai tekanan atau godaan (skala: 1)
§ Anda sudah bisa mengontrol emosi tetapi belum bisa menggunakannya secara konstruktif (skala: 2)
§ Anda sudah sanggup memberikan respon dengan tenang dan mendiskusikannya secara fair (skala: 3)
§ Anda sudah bisa mengelola tekanan secara efektif, tidak mempengaruhi hasil pekerjaan atau tidak mempengaruhi proses pekerjaan (skala: 4)
§ Anda bisa memberikan respon secara konstruktif: bisa membangun yang lebih positif dan mengantisipasi problem (skala: 5)
§ Anda sudah bisa menenangkan diri anda dan orang lain atau sanggup memainkan peranan sebagai leader (skala: 6)

Selain bisa menggunakan penjelasan di atas, kita pun bisa mengukurnya dengan melihat cara kita dalam menyikapi hal-hal yang tidak anda inginkan. Tentang cara ini, ada yang disebut

§ Reaktif
§ Proaktif.

Pasti kita sudah akrab dengan kedua istilah di atas, lebih-lebih lagi kalau kita suka membaca bukunya Stephen Covey, Seven Habits itu. Orang reaktif adalah orang yang tindakannya lebih sering didasari oleh impuls-sesaat atau tergantung pada stimuli eksternal (tanpa proses berpikir atau kesadaran memilih). Karena kita dihina si A, maka kita membalas menghinanya. Karena kita dimarahi atasan, kita membalasnya dengan amarah pula. Karena gaji kita kecil maka kita mencuri, dan seterusnya.

Sedangkan orang yang proaktif adalah orang yang keputusannya atau tindakannya sudah dilakukan proses berpikir, berdasarkan pada nilai-nilai yang benar (apa yang benar, apa yang baik dan apa yang bermanfaat). Orang reaktif sangat berpotensi melakukan tindakan nekad yang menimbulkan penyelesan. Sebaliknya, orang yang proaktif sangat berpotensi melahirkan tekad-tekad positif untuk meraih sasaran yang positif. Karena itu, masih menurut Covey, salah satu pilar kebiasaan hidup yang efektif adalah belajar menjadi orang yang proaktif.

Menurut teori Logika (Manthiq), ada sembilah model keputusan yang berpotensi salah. Salah satunya adalah ketika kita reaktif. Kesembilan itu adalah:

§ Keputusan yang langsung pada kesimpulan hitam-putih, salah-benar; langsung membuat penghakiman, penuduhan dan semisalnya.
§ Keputusan yang didasari oleh fakta yang dangkal.
§ Keputusan yang didasari oleh pengaruh dari luar semata atau hanya ikut-ikutan.
§ Keputusan yang didasari oleh fanatisme pada pendapat seseorang, tanpa pertimbangan akal.
§ Keputusan yang didasari oleh pengaruh tradisi nenek moyang.
§ Keputusan yang didasari oleh ledakan emosi sesaat (reaktif) dan nafsu sesaat.
§ Keputusan yang didasari oleh keinginan "Asal Beda", "Asal Bukan Si Anu", persaingan negatif, dan semisalnya.
§ Keputusan yang didasari oleh hal-hal yang sifatnya lahiriah semata.
§ Keputusan yang didasari oleh pemahaman yang salah.

Itulah beberapa acuan yang bisa kita jadikan semacam pedoman untuk mengukur apakah kita reaktif atau bukan, apakah kita lebih sering (berpotensi) melakukan tindakan nekad atau "tindakan tekad".

Bagaimana Melatih Emosi?
Tentu saja ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk melatih emosi itu. Di bawah ini baru sebagian dari sekian yang bisa kita lakukan. Justru yang paling penting di sini bukan soal caranya, melainkan lebih pada kemauannya. Sebagian cara itu antara lain:

Pertama, belajarlah untuk memunculkan emosi kedua yang positif atau konstruktif (berakibat baik). Kalau kita tiba-tiba mendengar orang mengatakan sesuatu tentang kita dan itu negatif, pastinya kita jengkel dong. Kalau kita dikhianati orang, memang wajarnya kita kecewa. Kalau kita dimarahi orang, memang umumnya kita marah juga. Kalau kita berada pada keadaan yang stressful, tentunya kita juga stress.

Nah, jengkel, kecewa, marah atau stress dalam kondisi seperti di atas, itu disebut emosi pertama. Ledakan emosi pertama itu biasanya belum sempat kita pikirkan. Dan lagi, biasanya ini sulit dihindari. Apakah emosi pertama ini salah? Belum tentu juga. Selama itu wajar, proporsional dan tidak merugikan, bisalah itu dibilang manusiawi. Yang terkadang berbahaya adalah ketika kebablasan atau lebih dari wajar.

Supaya tidak sampai terlalu kebablasan, jangan membiarkan munculnya emosi kedua yang lebih negatif, membesar-besarkan atau malah meruncingkan masalah. Kita butuh belajar untuk memunculkan emosi kedua yang lebih positif atau yang lebih terkontrol untuk mengurangi atau mengantisipasi berkembangnya emosi pertama. Bisa dibayangkan, kalau kita mengembangkan sel emosi pertama yang negatif itu, masalah kecil jadi besar. Ada ‘kan dulu orang yang membunuh tetangganya gara-gara kambing dan daun singkong?

Jadi, marah, jengkel, kecewa, dan semisalnya itu mungkin sulit dihindari saat kita tiba-tiba mendapatkan sesuatu yang tidak diinginkan. Tapi, jangan sampai kita malah membiarkannya semakin marah, semakin jengkel, semakin kecewa yang berkelanjutan sehingga membuat kita gelap. Kontrollah, rimlah dan munculkanlah emosi kedua yang positif. Kalau pun tidak langsung positif buat orang lain, minimalnya itu positif buat kita sendiri.

Kedua, lakukan puasa atau rutinas lain tertentu yang bisa memperbaiki kemampuan dalam mengendalikan diri. Semua agama dan semua ajaran spiritual di dunia ini memasukkan puasa sebagai kurikulum dasar atau esensial. Bahkan termasuk ilmu kesehatan. Pada tataran fisik, puasa itu ya menahan diri dari makan atau minum dalam batas waktu tertentu dengan niat perbaikan diri, pendekatan diri atau ibadah. Tentu ini dengan syarat asalkan kondisi fisik kita mendukung.

Tapi, supaya puasa kita itu punya efek yang lebih bagus, maka yang diperintahkan bukan saja puasa fisik itu. Puasa fisik itu bisa disebut kulitnya. Puasa yang diperintahkan adalah puasa lahir dan batin. Puasa batin adalah menahan diri dari berbagai dorongan negatif yang berakibat buruk pada diri kita, orang lain atau lingkungan, baik dalam jangka pendek atau jangka panjang.

Ketiga, ikutilah berbagai kegiatan yang melibatkan orang banyak dan membutuhkan energi tinggi. Ini misalnya saja masuk ke klub olahraga sesuai dengan kesukaan kita, menjadi relawan sosial, masuk dalam tim kerja, dan lain-lain. Kenapa ini penting? Emosi kita semakin terdidik seiring dengan tingkat kematangan. Untuk meraih tingkat kematangan yang lebih tinggi ini butuh proses. Salah satu prosesnya adalah kesediaan kita untuk memperbaiki diri dari berbagai gesekan, konflik, kesepakatan, kerja sama atau pergaulan dengan orang lain.

Keempat, tingkatkan kepedulian pada orang lain, terutama yang ikatannya dekat dengan kita. Ini misalnya anak, istri, suami, orangtua, suadara, teman-teman, dan lain-lain. Kenapa ini penting? Dari berbagai kasus yang ada, tindakan nekat itu ternyata tidak terjadi secara spontan dan tidak berdiri sendiri. Umumnya sudah ada kebiasaan tertentu yang mendukung sebelum-sebelumnya. Sebagiannya adalah, misalnya saja, tertutup (introvert), kurang care (selfish), kurang sosial (anti-social), kurang empati, dan lain-lain.

Logikanya, kalau kita ingin melancarkan perbuatan nekat, tapi kemudian kita ingat orangtua, anak, istri atau suami, ingat dosa, dan lain-lain, apa kemungkinan yang bakal terjadi? Kemungkinannya kita akan berpikir dua kali atau tidak jadi. Ingat pada hal-hal yang positif dan mempositifkan kita, karena itu, menjadi penting. Sebab itulah, baik agama atau ilmu pengetahuan, mengharamkan penggunaan zat-zat yang merusak akal sehat atau yang menghilangkan ingatan. Sudah banyak tindakan nekad yang dilakukan oleh seseorang pada saat mabuk.

Kelima, tumbuhkan kesadaran yang lebih kuat। Maksudnya seperti apa? Kesadaran yang lebih kuat adalah ketika kita menyadari bahwa hanya kita dan hanya dari kita perbaikan emosi itu akan terjadi. Jadi, angkatlah diri anda sebagai pemimpin atau pengendali. Kenapa? Kalau kita selalu mengandalkan keadaan atau orang lain, pastinya akan selalu ada keadaan atau orang yang mendukung untuk berbuat nekad. Karena itu, kita sendiri yang harus bisa mengemudikan diri kita. You are the law of yourself. Semoga bermanfaat.
Kategori IndividualOleh : Ubaydillah, ANJakarta, 09 Mei 2007

Selasa, 26 Juni 2007

Psikologi 1




MENJADI RAJA DARI DIRI SENDIRI


Sebagian besar manusia jika diminta untuk memberikan kritikan, masukan, saran, dan kebijakan akan sangat mudah jika diperuntukkan untuk orang lain, bagaimana tidak ia tinggal memilih kata yang ingin disampaikan dengan sebaik-baik kata, yang muatan dari kata-kata tersebut bisa sangat menyentuh perasaan orang lain, sampai ada orang yang sampai menangis malah ketika kita memberikan masukan masukan yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi, tetapi sangat ironis jika kritikan, saran, dan kebijakan yang dibuat oleh diri dan untuk dirinya sendiri terkadang malah seakan kurang mengena, kurang terasa menyentuh dan terasa hambar, mengapa ini terjadi…. Seolah kita Cuma bisa omdo alias omong doank ? kenapa sifat dasar manusia seperti itu ?

Mari kita pelajari lebih dalam mengenai masalah ini…. Jangan berhenti membaca sebelum selesai jika anda ingin menemukan kebenaran dari judul kita kali ini……

Ketika seorang manusia diminta untuk berkata – kata dan bermanis-manis mulut dengan mudahnya ia bisa melakukannya dengan sebaik-baiknya…… berbicara moral, etika, pengalaman, sungguh sangat enteng, tetapi jika manusia dihubungkan dengan kegiatan yang sifatnya tindakan, harus melakukan tindakan belajar, harus melakukan tindakan bekerja, sering orang tidak bisa merealisasikannya, karena rasa malas yang menggelayut dipikiran dan perasannya……

Oleh karena itu mulai sekarang jadilah RAJA BAGI DIRI SENDIRI, lakukan apa yang ingin anda lakukan, paksa diri anda untuk bergerak, bergerak dan bergerak….. jadikanlah pribadi anda menjadi pribadi yang suka BERTINDAK…. Karena setiap sesuatu itu menjadi jika telah melewati fase tindakan, bukan hanya sekedar kata-kata….

Selamat mencoba dan sukses……..


Kampoeng Halaman

Kota Gombong tercinta
terletak di Kabupaten Kebumen - Jawa Tengah
dikota Gombong banyak sekali terdapat tempat-tempat wisata yang asyik dan indah
seperti laut Karangbolong, Gua Jatijajar, Gua Petruk, Benteng Vanderwick dll.....

jika temen-temen mau maen kesana boleh kapan-kapan ntar aans anter....
asal kesananya diongkosin yach.....
abis lumayan berasa biayanya kalo pt - pt.... aliat patungan-patungan he he...

Senin, 25 Juni 2007

Open House

Assl....

Alhamdulillah akhirnya Aans punya web site.......